Kasidan Jati

Kasidan Jati
Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu. Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat bagimu, Aku akan datang kembali dan membawa kamu ke tempat-Ku, supaya di tempat di mana Aku berada, kamupun berada. Yoh. 14:2-3

Selasa, 27 September 2011

Api Penyucian 16 - Purgatorium - Purgatory - Purgatorio - 炼狱 - 煉獄 - Liànyù

Api Penyucian 16 - Purgatorium - Purgatory - Purgatorio - 炼狱 - 煉獄 - Liànyù



Michel Serre, Vierge à l'enfant et le purgatoire

Limbo Menurut Ajaran Gereja
Pada tanggal 20 April 2007, atas persetujuan Paus Benediktus XVI, Vatican menerbitkan suatu dokumen berjudul “Pengharapan akan Keselamatan Anak-anak yang Mati Tanpa Pembaptisan” oleh Komisi Teologis Internasional.

 
Komisi memulai studi resmi atas masalah ini pada tahun 2004 ketika Kardinal Joseph Ratzinger, sekarang Paus Benediktus XVI, menjabat Presiden Badan Penasehat dan Prefek Kongregasi untuk Ajaran Iman. Banyak imam dan uskup di seluruh dunia meminta kepada Kardinal Ratzinger “suatu pernyataan Katolik yang diperbaharui sebagai tanggapan atas situasi manusia yang menyedihkan” dari para orangtua yang berduka atas kematian bayi mereka sebelum pembaptisan. Komisi juga berharap dapat menanggapi pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari mereka yang berduka atas kematian bayi-bayi karena aborsi. Karena Gereja Katolik mengajarkan bahwa hidup manusia dimulai sejak saat pembuahan, maka hal ini berlaku pula bagi bayi-bayi yang mati dalam kandungan. Komisi menyatakan bahwa masalah keselamatan anak-anak yang mati tanpa pembaptisan telah menjadi suatu pertanyaan pastoral yang mendesak sekarang ini, mengingat jumlahnya yang semakin meningkat.

 
Setelah melewatkan empat tahun untuk mempelajari masalah secara sistematis, Komisi berkesimpulan bahwa kita memiliki alasan-alasan tepat untuk berharap bahwa anak-anak yang mati tanpa pembaptisan akan masuk ke surga. Dan berfokus pada pengharapan ini lebih masuk akal secara teologis daripada mempertahankan gagasan limbo, di mana anak-anak yang mati tanpa pembaptisan akan menikmati “kebahagiaan alami” dalam keabadian, tetapi tidak dalam surga, di hadirat Allah.

 
Komisi menelusuri kembali perkembangan pemikiran Gereja mengenai nasib anak-anak yang mati tanpa pembaptisan, dan mendapati bahwa “tidak ada jawaban eksplisit” dari Kitab Suci maupun tradisi. Limbo tidak pernah didefinisikan sebagai dogma Gereja dan juga tidak disebut-sebut dalam Katekismus Gereja Katolik, yang sekedar menyatakan bahwa “anak-anak yang mati tanpa Pembaptisan, hanya dapat dipercayakan Gereja kepada belas kasihan Allah”. Akan tetapi, limbo telah lama dianggap sebagai ajaran umum Gereja. Dalam abad modern, “umat manusia akan semakin sulit menerima bahwa Tuhan itu adil dan penuh belas kasihan apabila Ia mengecualikan anak-anak, yang tanpa dosa-dosa pribadi, dari kebahagiaan abadi,” demikian seperti diuraikan dalam dokumen. Secara lebih spesifik, Komisi mengatakan bahwa tradisi teologis di masa lalu, teristimewa tradisi Agustinian, tampaknya memiliki suatu “konsep yang membatasi dalam universalitas kehendak keselamatan Allah”. Hal itu merupakan suatu masalah yang teramat sensitif pada masa sekarang; hal yang melampaui nasib anak-anak yang mati tanpa pembaptisan dan menyangkut hubungan Gereja dengan agama-agama non-Kristen.

 
Gereja senantiasa mengajarkan bahwa, karena dosa asal, pembaptisan adalah sarana umum keselamatan bagi semua orang, dan mendorong orangtua untuk membaptis anak-anak mereka. Dokumen mengulang ajaran Katolik bahwa semua keselamatan adalah melalui Kristus dan dalam cara tertentu melalui Gereja. Tetapi, dokumen juga menegaskan lebih dari satu kali bahwa sarana-sarana keselamatan Allah adalah sungguh misterius melampaui pemahaman manusia dan bahwa kekudusan yang tinggal dalam Gereja dapat menjangkau pula orang-orang di luar “ikatan-Gereja yang kelihatan.”

 
Sekarang terdapat kesadaran teologis yang terlebih mendalam bahwa Tuhan adalah penuh belas kasihan dan Ia “menghendaki semua orang diselamatkan”. Rahmat mengatasi dosa, dan menjauhkan anak-anak yang tak berdosa dari surga tampaknya tidak mencerminkan kasih istimewa Kristus kepada “anak-anak kecil”. Dokumen melampaui pendapat-pendapat teologis yang keras. Sebaliknya, dokumen berulangkali mengacu pada “sensus fidelium” - rasa umat beriman - guna menggambarkan semakin banyaknya umat Kristiani yang menolak gagasan bahwa “visio beatifica” [= pandangan yang membahagiakan akan Tuhan] dijauhkan dari anak-anak tak berdosa. Salah satu alasan Konsili Vatican Kedua menolak upaya-upaya untuk mempertegas gagasan limbo adalah karena para uskup merasa ini “bukanlah iman umat mereka.”  

 
“Kesimpulan kami adalah banyak faktor-faktor yang telah kami pertimbangkan … memberikan dasar teologis dan liturgis yang kuat akan pengharapan bahwa anak-anak yang mati tanpa pembaptisan akan diselamatkan dan menikmati visio beatifica.” Selanjutnya, “Kami pertegas bahwa kami lebih memiliki alasan-alasan untuk berpengharapan dalam doa, daripada dasar-dasar pengetahuan yang pasti.”

 
Komisi mengatakan bahwa pendekatan teologis yang baru atas pertanyaan mengenai anak-anak yang mati tanpa pembaptisan ini hendaknya tidak dipergunakan untuk “mengabaikan perlunya pembaptisan, pula menunda pemberian Sakramen Pembaptisan.”

 
Bagi anak-anak yang meninggal tanpa pembaptisan, “kita memiliki alasan-alasan tepat untuk berharap bahwa Tuhan akan menyelamatkan anak-anak ini justru karena mustahil untuk melakukan kepada mereka apa yang paling dirindukan - yakni membaptis mereka dalam iman Gereja dan mempersatukan mereka secara kelihatan ke dalam Tubuh Kristus.”

 
Tetapi, pengharapan tidaklah sama dengan kepastian. “Patutlah dipahami secara jelas bahwa Gereja tidak memiliki pengetahuan yang pasti mengenai keselamatan anak-anak yang mati tanpa pembaptisan.”

 
Dokumen tidak dengan suatu cara apapun bermaksud mengurangi desakan Gereja yang mengundang para orangtua untuk segera membaptis anak-anak mereka. Seperti dinyatakan Gereja dalam Katekismus Gereja Katolik No. 1250, “Karena anak-anak dilahirkan dengan kodrat manusia yang jatuh dan dinodai dosa asal, maka mereka membutuhkan kelahiran kembali di dalam Pembaptisan, supaya dibebaskan dari kekuasaan kegelapan dan dimasukkan ke dalam kerajaan kebebasan anak-anak Allah, ke mana semua manusia dipanggil. Dalam Pembaptisan anak-anak dapat dilihat dengan jelas sekali bahwa rahmat keselamatan itu diberikan tanpa jasa kita. Gereja dan orangtua akan menghalangi anak-anaknya memperoleh rahmat tak ternilai menjadi anak Allah, kalau mereka tidak dengan segera membaptisnya sesudah kelahiran.”

 
Sebab itu, sementara kita berharap dan berdoa bahwa Tuhan yang penuh belas kasihan tak terhingga akan menyambut ke dalam surga anak-anak yang mati tanpa pembaptisan, hendaknyalah kita tidak melalaikan kewajiban kita untuk segera memberikan kepada anak-anak kita pembaptisan - satu-satunya sarana yang pasti bagi seorang anak untuk mendapatkan keselamatan.

 
 
sumber : 1. “Vatican commission: Limbo reflects `restrictive view of salvation'” by John Thavis”; 2. “Critiquing limbo: Vatican responds to changes in theological thought” by John Thavis”; 3. “Catholic theology moves from limbo - Vatican commission sees unbaptized babies welcomed by God in heaven” by Cindy Wooden”; Catholic News Service; www.catholicnews.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar